Dikutip dari Buku : Halal dan Haram Dalam Islam, oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
ISLAM adalah agama realis, tidak tenggelam dalam dunia
khayal dan lamunan. Tetapi Islam berjalan bersama manusia di
atas dunia realita dan alam kenyataan.
Islam tidak memperlakukan manusia sebagai Malaikat yang
bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan
manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di
pasar-pasar.
Justru itu Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam
seluruh percakapannya itu berupa zikir, diamnya itu berarti
berfikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al-Quran dan
seluruh senggangnya harus di masjid.
Islam mengakui fitrah dan instink manusia sebagai makhluk
yang dicipta Allah, di mana Allah membuat mereka sebagai
makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa dan
bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan
minum.
1. Sekedarnya Saja
Meningkatnya rohani sebagian para sahabat, telah mencapai
puncak di mana mereka beranggapan, bahwa kesungguhan yang
membulat dan ketekunan beribadah, haruslah menjadi adat
kebiasaannya sehingga mereka harus memalingkan dari
kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan
tidak bermain-main. Bahkan seluruh pandangannya dan
fikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan
seluruh isinya, serta jauh dari dunia dengan
keindahannya.
Marilah kita dengarkan kisah seorang sahabat yang mulia,
namanya Handhalah al-Asidi, dia termasuk salah seorang
penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada kita
sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abubakar, kemudian
terjadilah suatu dialog:
- Abubakar: Apa kabar, ya Handhalah?
- Aku: Handhalah berbuat nifaq!
- Abubakar: Subhanallah, apa katamu?
- Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah
s.a.w., ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Sorga
yang seolah-olah Sorga dan Neraka itu saya lihat dengan
mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari tempat
Rasulullah s.a.w., kemudian saya bermain-main dengan
isteri dan anak-anak saya dan bergelimang dalam
pekerjaan, maka saya sering lupa tutur Nabi itu!
- Abubakar: Demi Allah, saya juga berbuat
demikian!
- Aku: Kemudian saya bersama Abubakar pergi ke tempat
Rasulullah s.a.w.
- Kepadanya, saya katakan: Handhalah nifaq, ya
Rasulullah!
- Rasulullah: Apa!?
- Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya: saya selalu
bersamamu. Engkau ceritakan kepada saya tentang Neraka
dan Sorga, sehingga seolah-olah saya dapat melihat dengan
mata-kepala. Tetapi apabila saya sudah keluar dari
sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta
sibuk dalam pekerjaan, saya banyak lupa!
Kemudian Rasulullah s.a.w, bersabda:
"Demi Zat yang diriku dalam kekuasaannya!
Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang
pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun
dalam zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat
tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi hai Handhalah,
saa'atan, saa'atan! (berguraulah sekedarnya saja!).
Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (Riwayat
Muslim)
2. Rasulullah s.a.w. adalah
Manusia
Kehidupan Rasulullah s.a.w. merupakan contoh yang baik
bagi manusia. Dalam khulwatnya ia melakukan sembahyang
dengan khusyu', menangis dan lama berdiri sehingga kedua
kakinya bengkak. Dalam masalah kebenaran ia tidak
mempedulikan seseorang, demi mencari keridhaan Allah. Tetapi
dalam kehidupannya dan perhubungannya dengan orang lain, dia
adalah manusia biasa yang sangat cinta kepada kebaikan,
wajahnya berseri-seri dan tersenyum, bergembira dan
bermain-main, dan tidak mau berkata kecuali yang hak.
Ia sangat cinta kepada kegembiraan dan apa saja yang
dapat membawa kepada kegembiraan itu. Ia tidak suka susah
dan apa saja yang membawa kesusahan, seperti berhutang dan
hal-hal yang menyebabkan orang bisa payah; dan selalu minta
perlindungan kepada Allah dari perbuatan yang tidak
baik.
Dalam doanya itu ia mengatakan:
"Ya Tuhanku! Sesungyuhnya aku minta perlindungan
kepadaMu dari duka dan susah." (Riwayat Abu Daud)
Dalam salah satu riwayat diceriterakan tentang
berguraunya dengan seorang perempuan tua, yaitu: ada seorang
tua masuk rumah Nabi minta agar Nabi mendoakannya supaya ia
masuk sorga. Maka jawab Nabi: "Sorga tidak dapat menerima
orang tua!!!"
Mendengar jawaban itu si perempuan tua tersebut menangis
tersedu-sedu karena beranggapan, bahwa ia tidak akan masuk
sorga.
Setelah Rasulullah s.a.w. melihat keadaan si perempuan
tersebut, kemudian ia menerangkan maksud dari omongannya
itu, yaitu: "Bahwa seorang tua tidak akan masuk sorga dengan
keadaan tua bangka, bahkan akan dirubah bentuknya oleh Allah
dalam bentuk lain, sehingga dia akan masuk sorga dalam
keadaan masih muda belia. Kemudian ia membacakan ayat:
"Sesungguhnya Kami ciptakan mereka itu dalam ciptaan yang
lain, maka kami jadikan mereka itu perawan-perawan, yang
menyenangkan dan sebaya."
(al-Waqi'ah: 35-37)
3. Hati Itu Bisa Bosan
Begitu juga para sahabatnya yang baik-baik itu, mereka
biasa bergurau, ketawa, bermain-main dan berkata yang
ganjil-ganjil, karena mereka mengetahui akan kebutuhan
jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak
memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira, agar
dapat melangsungkan perjalanannya dalam menyusuri
aktivitasnya. Sebab aktivitas hidupnya itu masih
panjang.
Ali bin Abu Talib pernah berkata: "Sesungguhnya hati itu
bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu carilah segi-segi
kebijaksanaan demi kepentingan hati."
Dan katanya pula: "Istirahatkanlah hatimu sekedarnya,
sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta."
Abu Darda' pun berkata juga: "Sungguh hatiku akan kuisi
dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu
untuk menegakkan yang hak."
Oleh karena itu, tidak salah kalau seorang muslim
bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan
hati. Tidak juga salah kalau seorang muslim menghibur
dirinya dan rekan-rekannya dengan suatu hiburan yang mubah,
dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan
dan perangai dalam seluruh waktunya, yaitu setiap pagi dan
petang selalu dipenuhi dengan hiburan, sehingga dapat
melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya. Maka
tepatlah pepatah yang mengatakan: "Campurlah pembicaraan itu
dengan sedikit bermain-main, seperti makanan yang dicampur
dengan sedikit garam."
Dalam bermain-main itu, seorang muslim tidak
diperkenankan menjadikan harga diri dan identitas seseorang
sebagai sasaran permainannya. Seperti firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satu
kaum merendahkan kaum lain sebab barangkali mereka (yang
direndahkan itu) lebih baik dari mereka (yang
merendahkan)." (al-Hujurat: 11)
Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu untuk
ditertawakan orang lain, dengan menjadikan kedustaan sebagai
wasilah. Sebab Rasulullah telah memperingatkan dengan
sabdanya sebagai berikut:
"Celakalah orang yang beromong suatu omongan
supaya ditertawakan orang lain, kemudian dia berdusta.
Celakalah dia! Celakalah dia!" (Riwayat Tarmizi)
.4. Macam-Macam Hiburan yang
Halal
Ada beberapa macam permainan dan seni hiburan yang
disyariatkan Rasulullah s.a.w, untuk kaum muslimin, guna
memberikan kegembiraan dan hiburan mereka. Di mana hiburan
itu sendiri dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ibadah
dan melaksanakan kewajiban dan lebih banyak mendatangkan
ketangkasan dan keinginan.
Hiburan-hiburan tersebut kebanyakannya bentuk suatu
latihan yang dapat mendidik mereka kepada manusia berjiwa
kuat, dan mempersiapkan mereka untuk maju ke medan jihad fi
sabilillah.
Di antara hiburan-hiburan itu ialah sebagai berikut:
4.1. Perlombaan Lari Cepat
Para sahabat dulu biasa mengadakan perlombaan lari cepat,
sedang Nabi sendiri membolehkannya. Ali adalah salah seorang
yang paling cepat.
Rasulullah s.a.w. sendiri mengadakan pertandingan dengan
isterinya guna memberikan pendidikan kesederhanaan dan
kesegaran serta mengajar kepada sahabat-sahabatnya.
Aisyah mengatakan:
"Rasulullah bertanding dengan saya dan saya
menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika badan
saya menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan
saya dan ia menang, kemudian ia bersabda: Kemenangan ini
untuk kemenangan itu." (Riwayat Ahmad dan Abu Daud);
yakni seri.
4.2. Gulat
Rasulullah s.a.w. pernah gulat dengan seorang
laki-laki yang terkenal kuatnya, namanya Rukanah.
Permainan ini dilakukan beberapa kali. (Riwayat Abu
Daud).
Dalam satu riwayat dikatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. gulat dengan
Rukanah yang terkenal kuatnya itu, kemudian ia berkata:
domba lawan domba. Kemudian Nabi bergulat, dan ia
berkata: berjanjilah dengan saya. untuk lain kali lagi,
lantas Nabi bergulat, dan ia berkata: berjanjilah dengan
saya, lantas Nabi bergulat untuk ketiga kalinya. Lantas
seorang laki-laki itu bertanya: Apa yang harus saya
katakan kepada keluargaku? Nabi menjawab: Katakan "domba
telah dimakan oleh serigala, dan larilah domba." Kemudian
apa pula yang aku katakan untuk yang ketiga? Nabi
menjawab: Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk
bergulat dengan kamu dan untuk mengalahkan kamu, karena
itu ambillah hadiahmu."
Dari hadis ini ahli-ahli fiqih beristimbat hukum tentang
dibenarkannya pertandingan lari cepat, baik dia itu
dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki atau antara
laki-laki dengan perempuan mahramnya atau dengan
isteri-isterinya.
Dari hadis-hadis itu pula ulama fiqih berpendapat bahwa
pertandingan lari cepat, gulat dan sebagainya tidak
menghilangkan kekhusyukan, kehormatan, pengetahuan,
keutamaan dan lanjutnya umur. Sebab Rasulullah s.a.w.
sendiri waktu bergulat dengan Aisyah sudah berumur di atas
50 tahun.
4.3. Memanah
Di antara hiburan yang dibenarkan oleh syara' ialah
bermain memanah dan perang-perangan. Sebab di satu saat Nabi
pernah berjalan-jalan menjumpai sekelompok sahabatnya yang
sedang mengadakan pertandingan memanah, maka waktu itu
Rasulullah s.a.w. memberikan dorongan kepada mereka dengan
sabdanya:
"Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu."
(Riwayat Bukhari)
Pertandingan lempar panah itu bukan sekedar hobby atau
sekedar bermain-main saja, tetapi salah satu bentuk daripada
mempersiapkan kekuatan sebagai yang diperintah Allah dalam
firmanNya:
"Dan bersiap-siaplah kamu untuk menghadapi
mereka (musuh) dengan kekuatan yang kamu sanggup."
Dalam menafsirkan ayat ini Rasulullah bersabda:
"Ketahuilah! Bahwa yang dimaksud 'kekuatan' itu
ialah memanah - beliau ucapkan kata-kata itu tiga kali."
(Riwayat Muslim)
Dan sabdanya pula:
"Kamu harus belajar memanah karena memanah itu
termasuk sebaik-baik permainanmu." (Riwayat Bazzar, dan
Thabarani dengan sanad yang baik)
Namun begitu, Rasulullah s.a.w. memperingatkan para
pemain agar tidak menjadikan binatang-binatang jinak dan
sebagainya sebagai sasaran latihannya, sebagaimana yang
biasa dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah.
Abdullah bin Umar pernah melihat sekelompok manusia yang
sedang berbuat demikian, kemudian Ibnu Umar mengatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat orang
yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran
memanah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dilarangnya permainan seperti itu karena terdapat
unsur-unsur penyiksaan terhadap binatang dan merenggut jiwa
binatang serta memungkinkan untuk membuang-buang harta,
Tidak benar kalau permainan manusia itu dengan mengorbankan
makhluk hidup yang lain.
Justru itu pula Rasulullah s.a.w. melarang mengadu
binatang
seperti yang dilakukan orang-orang Arab dahulu, yaitu mereka
membawa dua ekor domba atau sapi kemudian diadu sampai mati
atau hampir mati. Lantas mereka senang dan tertawa.
Para ulama berkata: "Bahwa prinsip dilarangnya mengadu
binatang, karena terdapatnya unsur menyakiti dan melumpuhkan
binatang tanpa faedah, tetapi hanya sekedar
bermain-main."
4.4. Main Anggar
Yang sama dengan permainan memanah, ialah main
anggar.
Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. telah memberi perkenan
kepada orang-orang Habasyah (Ethiopia) bermain anggar di
dalam Masjid Nabawi, dan ia pun memberi perkenan pula kepada
Aisyah untuk menyaksikan permainan itu. Dan kepada para
pemain Rasulullah mengatakan:
"Karena kamu (kami melihat), hai bani Arfidah."
Panggilan Bani Arfidah adalah suatu julukan yang biasa
dipergunakan orang-orang Arab untuk memanggil penduduk
Habasyah.
Umar, karena wataknya tidak suka bermain-main, maka dia
bermaksud akan melarang orang-orang Habasyah yang sedang
bermain itu, tetapi kemudian dilarang oleh Nabi. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata:
"Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain
anggar dihadapan Nabi, tiba-tiba Umar masuk, kemudian
mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka.
Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada
Umar.--biarkanlah mereka itu, hai Umar." (Riwayat Bukhari
dan Muslim)
Ini merupakan suatu kelapangan dari Rasulullah s.a.w.
dengan mengizinkan permainan seperti ini dilakukan di
Masjidnya yang mulia itu, agar di dalam masjid dapat
dipadukan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi; dan
sebagai suatu pendidikan buat kaum muslimin, agar mereka
suka bekerja di waktu bekerja dan bermain-main di waktu
main-main. Di samping itu, bahwa permainan semacam ini bukan
sekedar bermain-main saja, tetapi suatu permainan yang
bermotif latihan.
Para ulama berkata setelah membawakan hadis ini sebagai
berikut: "Bahwa masjid dibuat adalah demi kepentingan urusan
kaum muslimin. Oleh karena itu apa saja yang kiranya
bermanfaat untuk agama dan manusia, maka bolehlah dikerjakan
di masjid."
Kiranya kaum muslimin di zaman-zaman terakhir ini mau
memperhatikan, mengapa masjid-masjid mereka itu dikosongkan
dari jiwa hidup dan kekuatan, dan dibiarkan sebagai tempat
orang-orang apatis.
Pengarahan Nabi dalam mendidik dan memberikan hiburan
hati isteri-isterinya, yaitu dengan memperkenankan permainan
yang mubah seperti itu. Sehingga kata Aisyah:
"Sungguh saya saksikan Nabi membatas saya dengan
selendangnya, sedang saya melihat orang-orang Habasyah
itu bermain di dalam masjid, sehingga saya sendiri yang
merasa bosan. Mereka itu lincah selincah gadis muda belia
yang masih suka bermain." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Aisyah juga berkata:
"Saya pernah bermain-main dengan boneka
perempuan di rumah Rasulullah s.a.w., bersama kawan-kawan
saya perempuan yang juga bermain-main dengan saya; dan
tatkala Rasulullah s.a.w. masuk, mereka itu bersembunyi,
tetapi Rasulullah s.a.w. senang melihat mereka itu
bersamaku, kemudian mereka bermain-main bersamaku lagi."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
4.5. Menunggang Kuda (Berpacu
Kuda)
Allah s.w.t. berfirman:
"Kuda, keledai dan himar adalah supaya kamu
naiki dan sebagai perhiasan." (an-Nahl: 8)
Dan bersabda Rasulullah s.a.w.:
"Kuda itu diikat jambulnya untuk kebaikan."
(Riwayat Bukhari)
Dan sabdanya pula:
"Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda)."
(Riwayat Muslim)
Dan sabdanya lagi:
"Tiap-tiap sesuatu yang bukan zikrullah berarti
permainan dan kelalaian, kecuali empat perkara: (1)
Seorang laki-laki berjalan antara dua sasaran (untuk
memanah). (2) Seorang yang mendidik kudanya. (3)
Bermain-mainnya seseorang dengan isterinya. (4) Belajar
berenang." (Riwayat Thabarani)
Dan berkatalah Umar:
"Ajarlah anak-anakmu berenang dan memanah; dan
perintahlah mereka supaya melompat di atas punggung
kuda."
Ibnu Umar meriwayatkan.
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah
mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada
pemerangnya." (Riwayat Ahmad)
Semua ini sebagai dorongan Nabi terhadap masalah pacuan
kuda. Sebab berpacu kuda sebagaimana kami katakan di atas,
adalah permainan, olahraga juga suatu latihan.
Anas pernah ditanya: apakah kamu pernah bertaruh di zaman
Rasulullah s.a.w.? Apakah Rasulullah s.a.w. sendiri juga
pernah bertaruh? Maka jawab Anas:
"Ya! Demi Allah, sungguh ia (Rasulullah s.a.w.)
pernah bertaruh terhadap suatu kuda yang disebut sabhah
(kuda pacuan), maka dia dapat mengalahkan orang lain, ia
sangat tangkas dalam hal itu dan mengherankannya."
(Riwayat Ahmad)
Taruhan yang dibenarkan, atau yang dimaksud di sini ialah
suatu upah (hadiah) yang dikumpulkan bukan dari orang-orang
yang berpacu saja atau dari salah satunya saja, tetapi dari
orang-orang lainnya.
Adapun hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang
berpacu, kemudian siapa yang unggul itulah yang
mengambilnya, maka hadiah semacam itu termasuk judi yang
dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam
ini, yakni yang disediakan untuk berjudi, dinamakan Kuda
Syaitan. Harganya adalah haram, makanannya haram dan
menungganginya pun haram juga. (Riwayat Ahmad).
Dan ia bersabda:
"Kuda itu ada tiga macam: kuda Allah, kuda
manusia dan kuda syaitan. Adapun kuda Allah ialah kuda
yang disediakan untuk berperang di jalan Allah, maka
makanannya, kotorannya, kencingnya dan apanya saja -
mempunyai beberapa kebaikan. Adapun kuda syaitan, yaitu
kuda yang dipakai untuk berjudi atau untuk dibuat
pertaruhan, dan adapun kuda manusia, yaitu kuda yang
diikat oleh manusia, ia mengharapkan perutnya (hasilnya),
sebagai usaha untuk menutupi kebutuhannya. (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
4.6. Berburu
Hiburan/permainan yang bermanfaat; yang juga dibenarkan
oleh Islam, ialah berburu.
Berburu itu sendiri pada hakikatnya adalah
bersenang-senang, olahraga dan bekerja, baik dengan
menggunakan alat seperti tombak dan panah, atau dengan
melepaskan binatang berburu seperti anjing dan burung.
Tentang syarat dan tata-tertibnya telah kami sebutkan
sesuai yang dituntut oleh Islam.
Islam tidak melarang berburu kecuali dalam dua hal:
a) Ketika ihram haji dan umrah. Sebab dalam keadaan
demikian adalah dalam face damai secara menyeluruh, tidak
boleh membunuh dan mengalirkan darah.
Firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu
membunuh binatang buronan, padahal kamu sedang ihram."
(al-Maidah: 95)
"Dan diharamkan atas kamu berburu binatang darat,
selama kamu dalam keadaan ihram." (al-Maidah: 96)
b) Ketika berada di tanah haram Makkah, sebab tempat ini
dijadikan Allah sebagai tempat perdamaian dan keamanan bagi
semua makhluk hidup, yang berjalan di darat atau yang
terbang di udara; ataupun tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di
tempat itu. Seperti apa yang ditegaskan oleh Rasulullah
s.a.w. dalam sabdanya:
"Tidak boleh diburu binatang buronannya, dan
tidak boleh dipotong pohon-pohonnya dan tidak boleh
dicabut rumput-rumputnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4.7. Main Dadu
Seluruh permainan yang di dalamnya ada perjudian,
hukumnya haram. Sedang apa yang dinamakan judi, yaitu semua
permainan yang mengandung untung-rugi bagi si pemain. Dan
itulah yang disebut maisir dalam al-Quran yang kemudian
diikuti dengan menyebut: arak, berhala dan azlam.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Barangsiapa mengajak kawannya: mari berjudi!
Maka hendaklah bersedekah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Maksudnya: bahwa semata-mata mengajak bermain judi sudah
termasuk berdosa yang harus ditebus dengan sedekah. Di
antaranya ialah permainan dadu yang apabila dibarengi dengan
perjudian, maka hukumannya adalah haram, dengan kesepakatan
para ulama.
Tetapi apabila tidak dibarengi dengan perjudian, maka
sementara ulama ada yang memandang haram, dan sebagian lagi
memandang makruh.
Alasan yang dipakai oleh yang mengharamkannya, yaitu
hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah, bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa bermain dadu, maka seolah-olah dia
mencelupkan tangannya dalam daging babi dan darahnya."
(Riwayat Muslim dan lain-lain)
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah
s.a.w. bahwa ia berkata:
"Barangsiapa bermain dadu, maka sungguh dia
durhaka kepada Allah dan RasulNya." (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Ibnu Majah dan Malik)
Dua hadis tersebut cukup jelas dan bersifat umum, berlaku
untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan
judi ataupun tidak.
Tetapi asy-Syaukani meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal
dan al-Musayyib membolehkan bermain dadu tanpa judi. Sedang
kedua hadis tersebut diperuntukkan buat orang yang bermain
dadu sambil berjudi.
4.8. Main Catur
Di antara permainan yang sudah terkenal ialah catur.
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang
hukumnya, antara mubah, makruh dan haram.
Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis
Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak
dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahwa permainan catur
hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap
hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah
hadis-hadis batil (dhaif).
Para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah
catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang
Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud,
yaitu apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga
yang berpendapat makruh.
Dan di antara sahabat dan tabi'in ada juga yang
menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas,
Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin
Musayyib dan Said bin Jubair.
Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah
pendapat saya. Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah
kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak ada
satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada
catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di
dalamnya terdapat semacam olah raga otak dan mendidik
berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu.
Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri
daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama
dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur
ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba
memanah.
Namun tentang kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga
syarat:
- Karena bermain catur, tidak boleh menunda-nunda
sembahyang, sebab perbuatan yang paling bahaya ialah
mencuri waktu.
- Tidak boleh dicampuri perjudian.
- Ketika bermain, lidah harus dijaga dari omong kotor,
cabul dan omongan-omongan yang rendah.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka
dapat dihukumi haram.
4.9. Menyanyi dan Musik
Di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan
menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah nyanyian.
Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak dicampuri omong
kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada
perbuatan dosa. Dan tidak salah pula kalau disertainya
dengan muzik yang tidak membangkitkan nafsu. Bahkan
disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan
riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya,
perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang,
saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis diterangkan:
"Dari Aisyah r.a, bahwa ketika dia menghantar
pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi
bertanya: Hai Aisyah! Apakah mereka ini disertai dengan
suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali
terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
"Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Aisyah pernah
mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar,
kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya: Apakah
akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab:
Betul! Rasulullah s.a.w. bertanya lagi. Apakah kamu kirim
bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah menjawab:
Tidak! Kemudian Rasulllah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya
orang-orang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh
karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia
itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang,
selamat datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu
Majah)
"Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abubakar pernah
masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang
sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul
Adha), sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan
pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abubakar.
Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abubakar
Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah
hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
Imam Ghazali dalam Ihya'nya
setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua
orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam
masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan
kata-katanya: karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan
perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang ya Aisyah
melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah
sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan Aisyah
dengan boneka bersama kawan-kawannya itu, kemudian Ghazali
berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari
dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan
permainan, bukanlah haram. Dan dari situ juga menunjukkan
dibolehkannya bermacam-macam permainan:
- Bermain anggar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh
orang-orang Habasyah.
- Permainan boleh dilakukan di masjid.
- Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku
melihat hai Bani Arfidah, adalah suatu perintah dan
anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana mungkin
permainan itu diharamkannya?
- Dilarangnya Abubakar dan Umar dengan alasan, bahwa
hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang
bernyanyi adalah salah satu daripada jalan untuk
bergembira.
- Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan
dan mendengarkan nyanyian yang disetujui Aisyah, adalah
cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk
menghaluskan budi perempuan dan anak-anak dengan cara
menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada
kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana terhalang
dan dihalang.
- Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan
kalimat bertanya: senangkah kamu untuk melihat?
- Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua
anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan
al-Ghazali dalam Kitabus Sama' (fasal mendengar). Dan
dari beberapa sahabat dan tabi'in diriwayatkan, bahwa
mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka
tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya
ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh
kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi Abubakar bin
al-Arabi: "Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan
dengan diharamkannya nyanyian."
Dan berkata pula Ibnu Hazm: "Semua hadis yang menerangkan
tentang haramnya nyanyian adalah batil dan palsu."
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan muzik yang disertai
dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan
perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang kemudian oleh
ulama-ulama dianggapnya haram atau makruh.
Sebagian mereka ada yang ;nengatakan: bahwa sesungguhnya
nyanyian itu termasuk lahwul hadis (omongan yang dapat
melalaikan) sebagai yang dimaksud dalam firman Allah:
"Di antara manusia ada yang membeli omongan yang
dapat melalaikan untuk menyesatkan (orang) dari jalan
Allah tanpa disadari, dan dijadikannya sebaqai permainan.
Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina."
(Luqman: 6)
Ibnu Hazm berkata: "Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat
yang barangsiapa mengerjakannya bisa menjadi kafir tanpa
diperselisihkan lagi, yaitu apabila dia menjadikan agama
Allah sebagai permainan. Oleh karena itu jika dia membeli
sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang
banyak dan dijadikannya sebagai permainan, maka jelas dia
adalah kafir. Inilah yang dicela Allah s.w.t. Samasekali
Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal hadis
itu sendiri yang bisa dipakai untuk hiburan dan
menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang dari
jalan Allah."
Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang
mengatakan; bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat
dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan, seperti firman
Allah.
"Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan."
(Yunus: 32)
Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah
bersabda
"Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai
dengan niat dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut
niatnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk
membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah
fasik --termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barangsiapa
berniat untuk menghibur hati supaya dengan demikian dia
mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat
kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik
dan perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Dan
barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak
juga untuk bermaksiat, maka perbuatannya itu dianggap
main-main saja yang dibolehkan, seperti halnya seorang pergi
ke kebun untuk berlibur, dan seperti orang yang duduk-duduk
di depan sofa sekedar melihat-lihat, dan seperti orang yang
mengkelir bajunya dengan warna ungu, hijau dan
sebagainya.
Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita
perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini,
yaitu:
1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang
tidak bertentangan dengan etika dan ajaran Islam. Oleh
karena itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut penuh dengan
pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya
minum arak, misalnya, maka menyanyikan lagu tersebut
hukumnya haram, dan si pendengarnya pun haram juga.
Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dapat dipersamakan
dengan itu.
2. Mungkin subyek nyanyian itu sendiri tidak
menghilangkan pengarahan Islam, tetapi cara menyanyikan yang
dilakukan oleh si penyanyi itu beralih dari lingkungan halal
kepada I;ngkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu
kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan
fitnah dan perbuatan cabul.
3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap
berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal sampai pun
dalam beribadah, maka begitu juga halnya berlebih-lebihan
dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal
waktu itu sendiri adalah berarti hidup!
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa berlebih-lebihan dalam
masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka tepatlah kata ahli
hikmah: "Tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang
berlebih-lebihan, melainkan di balik itu ada suatu kewajiban
yang terbuang."
4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap
pendengarnya itu sendiri yang memberitahu kepada dirinya
sendiri, yaitu apabila nyanyian atau satu macam nyanyian itu
dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah serta nafsu
kebinatangannya itu dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka
dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan dia harus menutup
pintu yang dari situlah angin fitnah akan menghembus, demi
melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya. Sehingga
dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.
5. Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang
disertai dengan perbuatan-perbuatan haram lainnya seperti:
di persidangan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan
maksiat, maka di sinilah yang oleh Rasulullah s.a.w.
pelakunya, dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang
sangat, yaitu sebagaimana sabda beliau:
"Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku
yang minum arak, mereka namakan dengan nama lain, kepala
mereka itu bisa dilalaikan dengan bunyi-bunyian dan
nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka
itu kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu seperti
kera dan babi." (Riwayat Ibnu Majah)
Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak
bentuk dan potongannya, tetapi apa yang dimaksud dirombak
jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk manusia tetapi jiwanya,
jiwa kera dan rohnya roh babi.