Sesungguhnya khitan itu adalah merupakan sunnah rasulullah,dan termasuk salah satu dari sepuluh fitrah atau sunnan para nabi.
Khitan artinya memotong kulit yang menutupi kepala penis . (lihat nailul author I/125). Adapun waktunya kata Syaukani dalam kitabnya nailul Author tidak mempunyai waktu tertentu, ia berkata : Sesungguhnya masa melakukan khitan itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu, pendapat ini adalah pendapat Jumhur ulama , dan tidak pula diwajibkan waktu kecil.
Menurut definisi di atas, maka tidak ada penambahan tertentu dalam pelaksanaan khitan itu melebihi dari sekadar memotong kulit yang menutup kepala penis. Tidak penah ada doa khusus, atau bacaan khusus untuk khitan, begitu juga tidak ada syarat tertentu saat pelaksanaan khitan, seperti membaca dua kalimat syahadat, yang berarti dengan khitan ini anak yang dikhitan telah sah islamnya. Perbuatan seperti ini tidak ada dalilnya sama sakali, apalagi bertentangan dengan hadits yang menyatakan setiap anak yang dilahirkan, terlahir dalam keadaan fitrah (islam).
Adapun walimah atau pesta karena khitan, syaikhul islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang hukum pesta penikahan, pesta kematian, pesta khitanan, dan pesta aqiqahan.
Beliau menjawab : Pesta pernikahan adalah sunnah, dan memenuhi undangannya adalah diperintahkan, pesta kematian adalah bid'ah, haram untuk melakukan dan memenuhi undangannya, pesta khitanan adalah boleh (mubah), barangsiapa yang ingin melakukkannya silahkan dan siapa yang ingin meninggalkannya silahkan. Begitu juga dengan pesta kelahiran, kecuali kalau seandainya telah disembelih aqiqahannya, maka sesungguhnya penyembelihan itu hukumnya sunnah. Wallahu 'alam.
Beliau juga berkata pada jawaban yang lain : adapun undangan pesta khitanan, maka hal itu tidak pernah dilakukan oleh para shahabat. Hukumnya mubah, kemudian sebagian ulama pengikut imam ahmad dan lainnya ada yang mengatakan hukumnya makruh. Sebagian mereka ada yang membolehkan, dan bahkan adalah yang menganjurkannya. (lihat Majmu' Fatawa juz 32/ hal : 207).
Sebenarnya tidak ada sunnahnya melakukan pesta khitanan, sebab tidak ada dalil yang menganjurkannya, bahkan hal itu tidak pernah dikenal pada zaman nabi atau para shahabat sebagaimana atsar Utsman bin Abi Al Waqash, Al Hasan berkata : Utsman bin Abi Al Waqash pernah diundang untuk menghadiri pesta khitanan, maka beliau enggan untuk memenuhinya, lalu ditanyakan kepada beliau, lantas beliau menjawab : Sesungguhnya kami tidak pernah mendatangi pesta khitanan di zaman rasulullah dan tidak pernah pula kami diundang. (H.R. Ahmad).
Imam Syaukani berkata dalam kitabnya Nailul Author juz 6 hal 196 : Atsar ini tercantum di musnad imam Ahmad dengan sanad yang tidak ada celaan padanya, hanya saja di sanadnya terdapat Ibnu Ishaq, beliau tsiqah, akan tetapi mudallis. Athobrani juga mengeluarkan atsar yang sama di kitabnya Al Kabir dengan sanad Ahmad. Dan beliau juga mengeluarkan atsar tersebut dengan sanad lain, di dalam sanad itu terdapat Hamzah Al 'Athor. Beliau ini ditsiqohi (dikuatkan) Ibnu Abi Hatim dan selainnya melemahkannya. Dari atsar ini telah diambil kesimpulan bahwa tidak disyariatkannya memenuhi undangan pesta khitanan.
Perkataan syeikhul islam Ibnu Taimaiyah, yang mengatakan boleh atau mubah, ini berdasarkan bahwa acara itu hanya semata makan-makan dalam rangka menampakkan rasa gembira, sehingga mengundang orang lain dalam kegembiraan itu. Acara itu bukan merupakan keharusan (wajib dilakukan) setiap khitanan.
Adapun apa yang terlihat di masyarakat kita, dengan mengadakan acara –acara tertentu dalam pesta khitanan, seperti musik, diarak beramai-ramai ke ziarah kuburan keluargannya, dimandikan dll, sehingga perbuatan itu merupakan unsur yang wajib dilakukan untuk setiap kali pelaksanaan khitan, bahkan kalau tidak melakukan hal itu khitannya tidak sah, atau kurang berkah dan lain-lain. Maka perbuatan itu termasuk bid'ah yang dimungkari, dan bukan hal seperti ini yang dikatakan oleh syaikul Islam.
Adapun sembelihan binatangnya, selagi acara itu masih dalam batas yang dibolehkan, maka sembelihan itu tidak termasuk penyembelihan karena selain Allah. Sembelihan itu sama dengan sembelihan aqiqahan, atau menyembeliah karena kedatangan tamu dll. Adapun penyembelihan yang dikatagorikan sebagai menyembelih karena selain Allah adalah dalam rangkat pengagungan dan pemujaan selain Allah. Wallahu 'alam
Khitan artinya memotong kulit yang menutupi kepala penis . (lihat nailul author I/125). Adapun waktunya kata Syaukani dalam kitabnya nailul Author tidak mempunyai waktu tertentu, ia berkata : Sesungguhnya masa melakukan khitan itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu, pendapat ini adalah pendapat Jumhur ulama , dan tidak pula diwajibkan waktu kecil.
Menurut definisi di atas, maka tidak ada penambahan tertentu dalam pelaksanaan khitan itu melebihi dari sekadar memotong kulit yang menutup kepala penis. Tidak penah ada doa khusus, atau bacaan khusus untuk khitan, begitu juga tidak ada syarat tertentu saat pelaksanaan khitan, seperti membaca dua kalimat syahadat, yang berarti dengan khitan ini anak yang dikhitan telah sah islamnya. Perbuatan seperti ini tidak ada dalilnya sama sakali, apalagi bertentangan dengan hadits yang menyatakan setiap anak yang dilahirkan, terlahir dalam keadaan fitrah (islam).
Adapun walimah atau pesta karena khitan, syaikhul islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang hukum pesta penikahan, pesta kematian, pesta khitanan, dan pesta aqiqahan.
Beliau menjawab : Pesta pernikahan adalah sunnah, dan memenuhi undangannya adalah diperintahkan, pesta kematian adalah bid'ah, haram untuk melakukan dan memenuhi undangannya, pesta khitanan adalah boleh (mubah), barangsiapa yang ingin melakukkannya silahkan dan siapa yang ingin meninggalkannya silahkan. Begitu juga dengan pesta kelahiran, kecuali kalau seandainya telah disembelih aqiqahannya, maka sesungguhnya penyembelihan itu hukumnya sunnah. Wallahu 'alam.
Beliau juga berkata pada jawaban yang lain : adapun undangan pesta khitanan, maka hal itu tidak pernah dilakukan oleh para shahabat. Hukumnya mubah, kemudian sebagian ulama pengikut imam ahmad dan lainnya ada yang mengatakan hukumnya makruh. Sebagian mereka ada yang membolehkan, dan bahkan adalah yang menganjurkannya. (lihat Majmu' Fatawa juz 32/ hal : 207).
Sebenarnya tidak ada sunnahnya melakukan pesta khitanan, sebab tidak ada dalil yang menganjurkannya, bahkan hal itu tidak pernah dikenal pada zaman nabi atau para shahabat sebagaimana atsar Utsman bin Abi Al Waqash, Al Hasan berkata : Utsman bin Abi Al Waqash pernah diundang untuk menghadiri pesta khitanan, maka beliau enggan untuk memenuhinya, lalu ditanyakan kepada beliau, lantas beliau menjawab : Sesungguhnya kami tidak pernah mendatangi pesta khitanan di zaman rasulullah dan tidak pernah pula kami diundang. (H.R. Ahmad).
Imam Syaukani berkata dalam kitabnya Nailul Author juz 6 hal 196 : Atsar ini tercantum di musnad imam Ahmad dengan sanad yang tidak ada celaan padanya, hanya saja di sanadnya terdapat Ibnu Ishaq, beliau tsiqah, akan tetapi mudallis. Athobrani juga mengeluarkan atsar yang sama di kitabnya Al Kabir dengan sanad Ahmad. Dan beliau juga mengeluarkan atsar tersebut dengan sanad lain, di dalam sanad itu terdapat Hamzah Al 'Athor. Beliau ini ditsiqohi (dikuatkan) Ibnu Abi Hatim dan selainnya melemahkannya. Dari atsar ini telah diambil kesimpulan bahwa tidak disyariatkannya memenuhi undangan pesta khitanan.
Perkataan syeikhul islam Ibnu Taimaiyah, yang mengatakan boleh atau mubah, ini berdasarkan bahwa acara itu hanya semata makan-makan dalam rangka menampakkan rasa gembira, sehingga mengundang orang lain dalam kegembiraan itu. Acara itu bukan merupakan keharusan (wajib dilakukan) setiap khitanan.
Adapun apa yang terlihat di masyarakat kita, dengan mengadakan acara –acara tertentu dalam pesta khitanan, seperti musik, diarak beramai-ramai ke ziarah kuburan keluargannya, dimandikan dll, sehingga perbuatan itu merupakan unsur yang wajib dilakukan untuk setiap kali pelaksanaan khitan, bahkan kalau tidak melakukan hal itu khitannya tidak sah, atau kurang berkah dan lain-lain. Maka perbuatan itu termasuk bid'ah yang dimungkari, dan bukan hal seperti ini yang dikatakan oleh syaikul Islam.
Adapun sembelihan binatangnya, selagi acara itu masih dalam batas yang dibolehkan, maka sembelihan itu tidak termasuk penyembelihan karena selain Allah. Sembelihan itu sama dengan sembelihan aqiqahan, atau menyembeliah karena kedatangan tamu dll. Adapun penyembelihan yang dikatagorikan sebagai menyembelih karena selain Allah adalah dalam rangkat pengagungan dan pemujaan selain Allah. Wallahu 'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar